Prolog
Akhir Agustus hingga awal September 2018 kemarin, orang tua saya dan salah satu adik saya sempat mengunjungi saya di Eropa ketika saya hampir selesai studi disana. Sebenarnya tujuan utamanya adalah menghadiri wisuda saya yang diselenggarakan akhir Agustus 2018 di Belgia, tapi sekalian tamasya, berhubung ayah dan adik saya belum pernah ke Eropa pada waktu itu. Saya juga sekalian istilahnya farewell trip berhubung setelah lulus dan pulang ke tanah air, belum tau kapan lagi bisa ke Eropa hehe.
Tiket
Rencanakan trip ini sudah dari jauh-jauh hari, berhubung WNI kalau ingin berkunjung ke Uni Eropa memerlukan visa dan banyak perintilan yang musti diurus untuk visa schengen. Salah satu syarat apply visa schengen adalah tiket pulang pergi. Kalau visa takut di-
reject padahal sudah beli tiket, sebenarnya bisa diakali dengan membuat
dummy booking. Tapi berhubung kami gak mau nunda-nunda beli tiket (keburu mahal) dan kami cukup optimis visa bakal dikabulkan, jadi memutuskan beli tiket
as soon as ada yang murah. Mencari tiket untuk 3 orang (ibu, ayah, dan adik saya) sudah dilakukan sekitar 5 bulan sebelum perjalanan.
Nah, ini bagian yang agak
tricky berhubung Eropa luas, sebelum beli tiket harus dipikirkan baik-baik mau masuk dan keluar dari negara mana. Nah untuk kasus kami, negara mana yang dikunjungi tergantung tiket yang murah nya bagaimana. Salah satu trik mencari tiket murah adalah cari tiket yang open jaw, dalam artian bukan tiket PP yang sesederhana PP dari kota A ke kota B. Tapi misalnya berangkat dari kota A ke B tapi pulangnya ke kota C ke A. Selain karena seringkali lebih murah, lebih hemat juga dari segi transport lokal karena di Eropa gak perlu balik lagi ke kota yang sama untuk
flight pulang ke tanah airnya.
Kombinasi tiket termurah yang kami temukan yakni berangkatnya Jakarta-Wina dan pulangnya Paris-Jakarta menggunakan maskapai Thai Airways seharga
kurang dari 10 juta pp per orangnya. Sebenarnya hitungan 'sangat murah' untuk tiket ke Eropa yaitu sekitar 6 juta pp. Tapi berhubung waktu trip kami hitungannya masih musim panas dan liburan dimana banyak turis yang bepergian (baik turis Eropa ke Asia Tenggara maupun turis Indonesia ke Eropa), harga segitu termasuk oke lah
Itinerary
Nah, setelah beli tiket, saatnya susun itinerary juga untuk keperluan visa. Sebenernya bisa aja asal bikin itinerary sementara buat apply visa terus pas eksekusi perjalanan itinerarynya gak sesuai. Tapi berhubung itinerary melibatkan transport lokal dan tiket transport selama di Eropa lebih baik dibeli jauh-jauh hari, kami mem-
fixed-kan
itinerary tidak lama setelah beli tiket. Negara-negara yang kami kunjungi selama 9 hari disana beserta alasannya:
1. Austria, Ceko, dan Slovakia
Karena tiket yang murah tiba di Wina/Vienna (ibukota Austria) dan saya ingin mereka juga kunjungi negara-negara bekas komunis dibalik tirai besi pada zamannya yang tidak jauh dari Wina, biar gak cuma negara-negara mainstream Eropa barat yang biasa dikunjungi turis Indonesia
2. Belgia
Ini sih berhubung wisudanya di kota Liege, Belgia. Jadi 2 malam di Belgia
3. Italia
Ibu saya ingin ke Italia (beliau udah pernah ke Eropa sebelumnya, tapi Italia belum), dan juga banyak tiket murah dari Belgia ke beberapa kota di Italia (Roma atau Milan)
4. Paris, Prancis
Walaupun agak mainstream, sayang donk ke Eropa gak ke Paris. Tiket pulangnya juga dari Paris, jadi kami rencanakan 3 malam di Paris. Oiya kami sengaja agak lama di Paris supaya apply visanya bisa visa Prancis (katanya untuk turis Indonesia, visa Prancis relatif lebih mudah walaupun gak semudah Belanda)
sumber : https://travel.kompas.com/read/2016/04/07/150400127/Wisata.ke.Perancis.Aplikasi.Visa.bagi.Turis.Indonesia.Dipermudah
Untuk Belanda kami skip walaupun cukup populer dikalangan turis Indonesia, karena saya pribadi kurang tertarik dengan Amsterdam atau kincir Zaanse Schaans yang overrated (saya sendiri belum pernah kesana) dan ibu saya sebelumnya sudah pernah
Hari 1 : Kedatangan di Wina*
*numpang curhat dikit. bahasa Indonesianya Wina, bahasa Inggrisnya Vienna. Tapi saya suka gatel kalo ada orang Indonesia yang nyebut/nulis Vienna padahal lagi nulis/ngomong bahasa Indonesia. Wina cuma 4 huruf, ngapain buang energi untuk nulis 6 huruf?? lidah Indonesia juga memerlukan energi lebih untuk mengucapkan fonem V. Bahasa setempatnyapun Wien, bukan Vienna dan Austria bukan negara berbahasa Inggris. Jadi.. mari mengucap dan menulis Wina
Orang tua dan adik saya dijadwalkan tiba di bandara Wina tanggal 25 Agustus pukul 7 pagi sedangkan saya pada saat itu tinggal di Nancy, Prancis timur. Jadi tanggal 24 nya saya sudah harus enyah dari Nancy. Setelah
packing, saya naik bus malam ke Wina dengan membawa 1 buah koper. Berhubung Nancy merupakan kota yang tidak terlalu besar, saya harus ke kota besar terdekat yakni Strasbourg untuk naik bus malam ke Wina. Rute busnya Paris ke Budapest, tapi melewati Strasbourg dan Wina.
Oiya selama di Strasbourg sambil nunggu bus sempat bingung ngapain, akhirnya melakukan 2 hal:
1. Bayar utang ke tukang kebab. Beberapa bulan sebelumnya waktu pulang ke tanah air lewat Strasbourg, sempat makan di toko kebab tapi ga bayar karena kartu saya tidak berfungsi, tidak nemu ATM yang dekat, dan buru-buru ngejar bus ke bandara. Jadi abangnya mengikhlaskan. Tapi saya gaenak dong berhutang, jadi mumpung di Strasbourg lagi bayar deh
2. Kalo liat di peta, Strasbourg deket banget sama Jerman (hanya dipisahkan sungai Rhein). Kebetulan dari Strasbourg naik tram lokal bisa ke kota Kehl di Jerman. Jadi saya iseng ke Jerman, tadinya ga ada niat ngapa2in, nginjek tanah Jerman aja abis tu balik lagi. Tapi sesampainya di Kehl, saya bisa lihat menara dan kubah masjid di balik stasiun. Padahal jarang lho di Eropa masjid berkubah dan berminaret sebagaimana masjid normal. Kalopun ada, biasanya agak jauh dari pusat kota. Sayapun sekalian sholat maghrib dan isya disana
|
Peta tram Strasbourg, di sebelah timur di sebrang sungai udah Jerman |
Bus saya dijadwalkan tiba di terminal bus Wina pukul 8 pagi, tapi agak telat sekitar setengah jam nyampenya. Setibanya di Terminal bus Erdberg, saya langsung ke bandara menggunakan U-Bahn sambung dengan S-Bahn. Di sana ayah, ibu, dan adik saya sudah menunggu di depan McD. Langsung saja kami menuju stasiun Mitte untuk menaruh koper kami disana.
Oiya, yang saya suka dari kota-kota di Eropa (dan tidak bisa ditemukan di kota-kota di AS) adalah kemudahan menitipkan koper di stasiun. Jadi sangat memudahkan ketika ingin berkeliling kota namun tidak menginap di kota tersebut. Kebetulan kami menginapnya tidak di Wina, tapi di Bratislava, Slovakia yang hanya 1 jam perjalanan menggunakan kereta dari Wina.
Selepas menitipkan koper, destinasi pertama kami ialah istana Schonbrunn. Oiya, selama di Eropa kami selalu menggunakan transportasi massal umum memanfaatkan infrastruktur trasnportasi yang cukup bisa diandalkan (gak pake taksi apalagi sewa mobil)
Kebetulan kami tidak masuk ke istananya, hanya menjelajah tamannya saja. Pertama karena bayar lagi kalau mau masuk istana (tamannya saja gratis) dan kedua karena waktu kami tidak terlalu banyak
Destinasi kedua kami yaitu pusat kota Wina. Oiya, selama di Wina kami murni pakai transportasi umum publik, U-Bahn dan S-Bahn
|
Suasana pusat kotanya kurang lebih seperti ini (sumber: google) |
Kami sempat mengalami scam yang tidak mengenakkan (mana ada scam yang enak). Ada beberapa orang Gypsy sok ramah berusaha ngasih-ngasih bunga, untuk kemudian minta duit dengan dalih kita beli bunga mereka. Kalo keukeuh gak mau bayar ntar dicubit (kayak saya)
Kami makan siang di sebuah restoran Turki yang masih di area pedestrian kota tua, sengaja karena saya ingin memperkenalkan ke keluarga saya kuliner turki yang cukup populer dan digandrungi di Eropa hehe
Setelah puas berkeliling di pusat kota, kami kembali ke stasiun Mitte untuk mengambil koper untuk kemudian melanjutkan perjalanan ke Bratislava, ibukota Slovakia, menggunakan kereta dari stasiun Central. Perjalanan ke Bratislava ditempuh hanya sekitar 1 jam. Sengaja ke apartemen yang kami sewa di Bratislavanya gak terlalu sore biar bisa sholat di sana dan bisa lebih lama istirahat, berhubung nyampe dari penerbangan jauh langsung jalan-jalan.
Kalo ditanya, ngapain ke Slovakia? 1. Karena gak jauh dari Wina dan penginapannya jauh lebih murah. 2. Biar gak melulu Eropa barat, sekali-kali Eropa yang agak 'kumuh' dikit bekas komunis. Oiya, karena perjalanan kami ke slovakia dari Austria menembus yang dulunya tirai besi (batas blok barat dan blok timur), terlihat sekali perbedaan mencolok antara Austria dan Slovakia. Stasiun Wina serba mewah dan futuristik sedangkan stasiun Bratislava lebih mirip terminal bus
|
Di depan tram Bratislava |
Sampe apartemen langsung tepar hehe kebetulan apartemen yang kami sewa lumayan nyaman, bisa untuk berlima (kami berempat), kamar mandi, dapur, TV, dll semua lengkap. Btw, mbak2 yang punya apartemen ternyata wakil Slovakia di Miss Universe beberapa tahun lalu. Ybs gak bilang sih, tapi saya bisa tahu dr kontak yg diberikan.
Di Slovakia hanya semalam, dan sebagian besar dihabiskan untuk istirahat karena orang tua dan adik saya malam sebelumnya tidur di pesawat dan saya tidur di bus. Keesokan paginya kami ke stasiun untuk melanjutkan perjalanan kami ke Praha. Kereta kami jam 8 pagi dan sempat ada insiden ketika keluar apartemen. Kami memutuskan meninggalkan kunci di dalam apartemen dan ternyata untuk keluar gedungnya butuh kunci, walhasil kami sempat panik mana si Miss Slovakia ditelfon ga ngangkat2 (pagi2 baru pulang party mungkin, maklum minggu pagi). Untungnya ada penghuni lain yg keluar juga jadi kami terselamatkan dan kami berhasil mengejar kereta ke Praha
Hari 2 : Praha
Perjalanan dari Bratislava ke Praha sekitar 4 jam dan kebetulan seat kami di kereta yang berempat 1 meja jadi enak. Sampai stasiun Praha sekitar tengah hari dan kami langsung menitipkan koper, karena di Praha tidak berencana menginap. Setelah itu makan siang di suatu rumah makan timur tengah tidak jauh dari stasiun. Di dekat sana juga ada masjid, jadi sekalian shalat. Ada masjid di tengah kota dekat stasiun merupakan sesuatu yang jarang lho di Eropa, apalagi di Republik Ceko yang notabene bekas komunis.
Tempat-tempat yang kami kunjungi selama di Praha diantaranya:
|
Wenceslas Square |
|
Market Square |
|
Pinggir Sungai Vltava dekat Jembatan Charles
|
Kebetulan di kota ini kami banyak jalan, dari stasiun ke Wenceslas Square, ke Market Square, trus ke Jembatan Charles, balik lagi ke Market Square kami jalan kaki kebetulan karena kotanya indah jadi gak bikin capek kalo jalan kaki. Kami total cuma punya 6 jam di Praha, jadi setelah (tidak) puas menjelajah Praha, kami langsung menuju terminal bus untuk menaiki bus malam menuju Belgia
(BERSAMBUNG...)